Rabu, 30 Juli 2025

Jurnal PPG Modul 2 Tahun 2025 School Well Being

Filled under:

 

 

JURNAL PEMBELAJARAN MODUL 2

PEMBELAJARAN SOSIAL DAN EMOSIONAL

“AKSI NYATA SCHOOL WELL-BEING”

 


 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Nama              : Ade Erlin

No. UKG        : 2015

NIM                : 242930396

Bidang Studi   : Bahasa Inggris

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

PPG DALAM JABATAN GURU TERTENTU PILOTING 1

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

TAHUN 2025

 

AKSI NYATA

Rangkuman School Well-Being

 

Konsep well-being ini kemudian dikonstruksi oleh Konu dan Rimpela (2002) dalam konteks sekolah, terdiri atas empat dimensi yaitu (1) having (kondisi/situasi sekolah), (2) loving (mengarah pada hubungan sosial), (3) being (pemenuhan diri), dan (4) health (kesehatan peserta didik/guru secara umum).

 

1. Dimensi School well-being

Konu dan Rimpela (2002) menjelaskan empat dimensi school well-being yaitu: having, loving, being dan health. Ada beberapa dimensi dapat menggambarkan kondisi sekolah yang sehat atau sejahtera. Hascher (dalam Jarvela, 2011) menjelaskan kondisi sekolah yang membahagiakan, yaitu:

1.        sikap dan emosi positif terhadap situasi sekolah secara keseluruhan baik dari peserta didik ataupun guru,

2.        Peserta didik memiliki konsep diri yang positif dalam hal akademik,

3.        guru dan peserta didik menikmati aktivitas sekolah,

4.        guru dan peserta didik bebas dari kecemasan untuk pergi bersekolah,

5.        guru dan peserta didik bebas dari berbagai keluhan mengenai kondisi sekolah, dan

6.        tidak ada masalah/konflik yang berat di sekolah.

 

Faktor yang memengaruhi School well-being adalah

1.        stres guru (Anda dapat merujuk pada topik 2),

2.        potensi/kemampuan dan motivasi peserta didik, dan

3.        kondisi sosial emosional peserta didik dan guru (emotional literacy).

 

Setelah Anda memahami bagaimana lingkungan, kondisi emosi, kepribadian, dan banyak hal lain memengaruhi school well-being, jelaskan pendapat Anda:

1.        bagaimana Anda sebagai guru mengelola emosi supaya bisa berpengaruh positif pada lingkungan pembelajaran Anda? dan

2.        bagaimana menciptakan lingkungan positif dengan kemampuan peserta didik yang beragam?

 

Sebagai seorang guru Bahasa Inggris SMA, saya menyadari bahwa mengelola emosi adalah kunci untuk menciptakan lingkungan belajar yang positif. Berikut adalah pendekatan yang saya terapkan:

 

1.       Mengelola Emosi untuk Pengaruh Positif di Lingkungan Pembelajaran

Mengelola emosi bukan berarti menyembunyikannya, melainkan memahami dan menyalurkannya secara konstruktif.

       Self-Awareness dan Refleksi Diri: Saya selalu berupaya untuk memahamai apa yang mejadi pemicu emosi saya. Apakah saya merasa kesal frustrasi ketika peserta didik tidak memahami materi tertentu, atau cemas ketika tugas adminstratif menumpuk? Setelah mengidentifikasi pemicunya, saya melakukan refleksi diri: mengapa emosi ini muncul dan bagaimana cara terbaik untuk menghadapinya? Menulis catatan harian atau meditasi singkat sebelum mengajar sangat membantu saya untuk menjernihkan pikiran.

       Strategi Pengendalian Emosi: Ketika emosi negatif mulai muncul, saya memiliki beberapa strategi cepat:

       Teknik Pernapasan: Saya biasanya menarik napas perlahan dan dalam beberapa kali. Ini membantu saya untuk menenangkan tubuh dan memberi ruang untuk berpikir jernih sebelum merespon situasi.

       Jeda Singkat: Jika memungkinkan, saya akan mengambil jeda singkat dari situasi tersebut, misalnya dengan pergi ke belakang kelas atau meminta peserta didik mengerjakan tugas individu sebentar. Ini memberikan kesempatan kepada saya untuk menenangkan diri.

       Melihat dari Perspektif Lain: Saya mencoba untuk memahami situasi dari sudut pandang peserta didik. Mungkin mereka kesulitan karena materi terlalu rumit, atau ada masalah pribadi yang memengaruhi konsentrasi mereka. Empati ini membantu mengurangi frustrasi.

       Komunikasi yang Efektif: Saya selalu berusaha untuk mengontrol emosi agar tidak meledak dalam bentuk kemarahan ataupun sikap sinis. Jika saya merasa kesal, saya akan menyampaikan secara tenang dan jelas, misalnya, "Saya sedikit kecewa karena banyak dari kalian belum menyerahkan tugas. Mari kita diskusikan apa hambatannya." Ini menunjukkan bahwa saya peduli, bukan sekadar marah.

       Menciptakan Suasana Kelas yang Mendukung: Saya percaya bahwa jika guru tenang dan positif, peserta didik akan cenderung mengikuti. Saya selalu berusaha untuk memulai kelas dengan senyuman, menggunakan humor yang sehat, dan memberikan umpan balik yang membangun. Ini menciptakan lingkungan yang aman di mana para peserta didik tidak takut untuk mencoba dan melakukan kesalahan.

 

2.       Menciptakan Lingkungan Positif dengan Kemampuan Peserta Didik yang Beragam

Keberagaman adalah kekuatan, dan saya memanfaatkannya untuk memperkaya proses pembelajaran.

       Diferensiasi Pembelajaran: Saya tidak menerapkan satu metode pengajaran yang sama untuk semua peserta didik, karena setiap individu memiliki kebutuhan dan gaya belajar yang berbeda.

       Konten: Saya menyediakan materi pembelajaran dalam berbagai format, seperti teks, video, audio, dan visual agar peserta didik bisa memilih media yang paling sesuai bagi mereka.

       Proses: Saya menawarkan berbagai cara untuk belajar, seperti diskusi kelompok, proyek individu, role-play, atau latihan berbasis game.

       Produk: Untuk menunjukkan pemahaman, peserta didik bebas memilih cara yang mereka sukai, misalnya berupa presentasi, tulisan esai, membuat poster, atau rekaman suara/video. Ini memastikan setiap peserta didik memiliki kesempatan untuk untuk tampil maksimal dan merasa percaya diri.

       Pembelajaran Kooperatif: Saya sering mengelompokkan peserta didik dengan kemampuan yang beragam. Peserta didik yang lebih mahir dapat membantu teman-temannya yang mengalami kesulitan, dan peserta didik yang kurang percaya diri bisa mendapatkan dukungan. Cara ini membangun sikap saling bantu, menumbuhkan empati, dan melatih kemampuan komunikasi diantara para peserta didik.

       Penekanan pada Perkembangan Individu, Bukan Perbandingan: Saya selalu menekankan bahwa setiap peserta didik memiliki kecepatan belajar yang berbeda. Fokus utama saya adalah kemajuan masing-masing peserta didik dari titik awal mereka, bukan membandingkan mereka dengan peserta didik lain. Saya memberikan pujian atas usaha dan kemajuan yang dicapai, bukan hanya semata-mata pada nilai atau hasil akhir.

       Fleksibilitas dan Kesabaran: Saya memahami bahwa setiap peserta didik memiliki ritme belajar yang berbeda. Ada yang butuh waktu lebih lama untuk memahami materi, sementara ada pula yang cepat tanggap dan siap naik ke tingkat selanjutnya. Oleh karena itu, saya bersikap fleksibel terhadap batas waktu tugas jika diperlukan, dan membimbing mereka dengan penuh kesabaran sesuai kebutuhan masing-masing.

 

       Memanfaatkan Potensi Unik Peserta didik: Saya berusaha untuk mengenali kelebihan dan minat khusus masing-msing peserta didik. Misalnya, jika ada peserta didik yang gemar menggambar, saya akan mendorong mereka menyalurkan pemahaman lewat mind map bergambar. Jika ada yang percaya diri berbicara, saya beri mereka peran dalam memimpin diskusi. Pendekatan ini membuat peserta didik merasa lebih dihargai dan terlibat secara pribadi dalam pembelajaran.

       Membangun Hubungan Positif: Saya berusaha untuk mengenal para peserta didik satu per satu, seperti apa yang mereka sukai, kesulitan yang mereka hadapi, dan cita-cita yang ingin mereka capai. Hal ini membantu saya menciptakan suasana belajar yang hangat dan mendukung. Ketika peserta didik merasa diperhatikan dan dihargai, mereka cenderung lebih semangat untuk terlibat dalam proses pembelajaran.

Dengan kemampuan mengelola emosi secara bijak serta menerapkan pendekatan pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik, saya percaya bahwa saya mampu membangun suasana belajar Bahasa Inggris yang ramah, terbuka, dan mendukung perkembangan setiap peserta didik secara optimal.

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan Tinggalkan Pesan Di sini